Minggu, 11 November 2012

apalah arti sebuah pulpen?

sebuah pulpen? ya, mungkin salah satu dari kalian akan bertanya, apalah arti dari sebuah pulpen? atau mungkin bakal bertanya, kenapa harus mengobjekkan sebuah pulpen untuk tulisan curhat dalam blog? itu justru jawabannya. ya, objek, pulpen, dan curhat.

pernah kamu menyadari bagaimana kekuatan pulpen untuk menulis sesuatu yang tak mungkin kamu ingat selamanya tanpa bantuannya? ya, itu salah satu kekuatannya. kekuatan untuk memberi jalan kita mengingat sesuatu yang tak selamanya bisa kita ingat secara "lawaran"
pernah suatu ketika, aku mencintai seseorang yang seharusnya tak pantas aku cintai, namun hati ini terus memaksa, dan segalanya kutuangkan dalam sebuah catatan harian, dengan pulpen yang selalu bergelantung di bagian atasnya. hingga suatu ketika aku mulai menyaari bahwa mulutku tak sebegitu kuat untuk mengucap cinta. pikirku, hanya dalam catatan harian aku membagi rasa. untuk dia dan tentang dia. hingga suatu ketika saat kututup rapat satu halaman dengan serangkai cerita, yang seharusnya aku diam menjaganya, dengan tegas seseorang itu membuka dengan bangganya. ya, saat itu dan dengan itu dia melihat bagaimana aku mencintainya. memuja sesuatu yang tak pantas dipuja, menunggu sesuatu yang tak pantas ditunggu.

bukan salahku jika ia membacanya. aku hanya bertanggung jawab atas apa tulisanku, bukan apa yang dibacanya. hinggaa.... mungkin amarah, mungkin terkejut, dia hanya berpagut. lalu aku? tetap berpadu dengan tulisan itu, hingga menunggu datangnya jawaban.

kukira ia benci, karna aku memanfaatkan situasi. karna aku mencintai diam-diam dalam status yang tak baik lagi. oh, ternyata salah. dia mengalah, dan seolah memberi harapan yang bagiku terarah. terarah untuk membalas rasa, terarah untuk memberi cinta. hingga, kukira, saat itu saat bahagia. yang tak harus kuceritakan pada siapapun jua, termasuk buku harianku sendiri.

hari bahagia. entah berapa lama, entah seberapa kuat ia berpura-pura, hingga terungkaplah jua, ia hanya main-main semata. lalu? aku? ya, aku memilih mundur.. memilih untuk menunggunya kembali dari kepergiannya. menunggu dia berpikir keduakalinya. banyak kutulis saat itu tentang dia dengan yang lain, dan selalu ada aku yang mencoba masuk ditengahnya, untuk memberi sebuah kabar bahwa aku masih menunggu disampingnya, walau hingga kini, kukira penantianku sia-sia.

terus, hubungannya? ya. aku lupa. aku lupa apa yang sudah kulalui bersamanya dalam masa saat-saat bahagia. saat itu, pena tak tergores memberita. kertas tak tertulis selain menangis. dan kini yang kuingat? hanya derita, hanya duka. karena saat itu tak kutulis cinta dengan pulpen. karena hingga saat ini aku meyakini betapa berharganya sebuah pulpen untuk mengingat sebuah rangkaian cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar