Minggu, 13 Januari 2013

Lalu inilah hujan

masih sedetik kira aku memikirkanmu, tentang yang disampingku beberapa hari lalu. itu kamu? mirip hujan, yang kuharap tak kunjung terang.


aku jahat mungkin. menjadikan alasan hujan untuk memintamu berteduh. apa? iya. karena hanya itu alasanku untuk menghubungimu. walau aku tau, dia mungkin jauh memintamu lebih dulu. selamat. mungkin kamu tersenyum karena melihatku yang merasa bodoh karena itu.

lalu aku melihat ke dalam. ya, lagi-lagi aku tersenyum. aku tersenyum atas kebodohanku sendiri. seolah aku memanipulasi waktu, sepertinya pacarmu lagi kubuang ke kutub utara dan kubiarkan dia bercanda dengan pinguin yang tak seindah kamu. lucu. iya kamu tau. tapi kamu diam. diam karena keadaan.

lagi-lagi aku melihatmu lebih dalam. aku tak putus asa rupanya. melihat teduhmu seteduh hujan, yang menghancurkan segenap logikaku, menyamarkan suara di sekitarku, dan hanya ada satu jerit yang terdengar disini. itu hati. jerit hati!

seperti mimpi yang sempat tercipta karenamu, lalu aku merombaknya sendiri. eh, iya. aku seperti air yang tertahan saat ini. rasaku semakin keras, namun terbendung atas keadaan, hingga berbelok tak berarah, bertumpah ruah, namun masih kamu objeknya.

lalu hujan perlahan berhenti, ah aku sebal. membuatmu kembali tersenyum dan memang itu tugasmu dari dulu. tersenyum untuk menertawakanku. kutahan? aku bisa apa. lebih baik aku diam, memandangmu dari jauh, dan jari-jariku seperti terlepas. meminta untuk mengikutimu ke seberang sana.

aku butuh waktu untuk berkuasa. dalam bahasa yang seharusnya kita mendengarkannya bersama. eh, lagi-lagi salah. kita sudah mendengarkannya bersama. bahasa rindu, bahasa senyuman, dan bahasa cinta. tapi... kurang dalam. nyaman.. tapi.. bukan milik "kita"

oh iya, apakabar pacarmu yang tai kuungsikan ke kutub utara? aku berharap dia kedinginan dan mati saja. harapanku aja sih, tapi ya mana mungkin aku mengatakannya kepadamu. aku tak setega itu, sekaligus aku cukup sadar diri. kemudian bibirku mulai membuka pertanyaan, "gimana pacarmu? lagi dimana sekarang?". aw shit! pilu lho :)) pilu. tapi itulah penghargaan. aku menghargai kamu dan kehidupanmu, di saat kamu menghargai bahasa rindu yang seharusnya tak mengandung makna sendu.

kutahan, hingga hari ini semua baik-baik saja. kutahan, hingga hari ini aku masih berpijak dari sudut aku melihatmu. hingga kemudian waktu seolah berputar. iya, hujan. hari ini nggak hujan. nggak mereplikakan untaian cita yang tak biasa. melihatmu di ujung pelupuk mata, lagi, semakin buram, tentang kamu, yak! ada kamu, dan ada hujan. kali ini hujan turun dari sudut aku melihatmu di hati ini, lalu terhubung ke dua mata yang kau tatap penuh arti di hari lalu. kamu mirip, mirip hujan :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar