Sabtu, 09 Februari 2013

lelaki tua di persimpangan langkah kecil

rebah tubuhku di kasur yang sudah 4 tahun menjadi tumpuan malamku, masih selalu dengan sisa tangis yang membalut sepanjang waktu rindu, yang kebanyakan kuhabiskan sesaat ini, menjelang subuh yang menjadi partikel pembangun segalanya.

hingga setapak berhari-hari aku melangkah sendiri dan masih merapuh tanpa tau apa yang ku cari. berjalan hanya untuk keharusan berjalan. menatap hari hanya untuk mensyukuri nikmat Tuhan, namun apalagi? tiada yang lain kukira. hampa, sepi, gulita. selarik lagu disturbia masih menggema di sekat telinga kali ini. memboyak ragaku untuk berjalan keluar. keluar kamar. keluar menatap rindu yang lebih menyejukkan.

lalu kucoba pasang langkah kecil, menapaki jalan yang sempat terukir dalam hari. yang dulu berdua, bersamanya. tentang kebahagiaan yang tak berujung, tentang kasih yang kukira tak akan pernah mendung. lalu kulihat kedalam kembali, masih tentang apa yang kucari. apa yang kucari dari sebuah penantian ini.

hingga langkah kecil mengantarku pada sebuah titik. tentang sudut yang menemukanku pada lelaki tua yang masih terawat. kali ini bukan ayahku, dia jauh lebih tua, dan lebih ganas kukira. ayahku tak sejahat itu. kutatap rautnya, sedikit menggelikan. bagiku dia hanya seorang yang tak tentu arah kali ini, menunggu subuh di bangunan kecil yang kusebut poskamling. kemudian aku mendatanginya, menanyakan apa yang dilakukannya. dan dia hanya tersenyum kecil untuk menjawab ,"bukankah kita memang seharusnya bersiap sejak dinginnya pagi baru kita meminta untuk didatangkan pekerjaan?". aku terdiam, seperti tak ada bumbu senyuman di rautku saat itu. kembali berjalan, mencoba menulis, dan memikirkan secuil kata yang bisa jadi penuh hujan makna.

dan hingga memori membangkitkan pikiranku, berkata tentang hal itu, yang memang seharusnya kita bersiap lebih awal, dan mengerti siapa kita, baru kita boleh meminta untuk dipilih oleh cinta. yak! itu bagiku saat ini. lalu, lelaki tua itu? aku? dan dia? dia yang kuanggap tak berarti apa-apa? ternyata? menyadarkanku yang selama ini masih berjalan seadanya? mengikuti apa yang orang mau? begitu? sehina itu ternyata. masih tentang cinta.

lalu? lelaki tua itu? siapa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar