Minggu, 09 September 2018

Pernahkah menggantungkan diri pada sesuatu yang tak pasti?


Jika bertanya seperti apa yang tertulis pada judul di atas, terntunya ribuan manusia di luar sana akan menjawab, "pernah".

Kita, terlahir sebagai insan yang entah hingga kapan, akan tetap menyakiti diri sendiri tanpa disadari.
Berawal dari ekspektasi, adanya objek pemenuh mimpi, hingga kemudian jatuh sendiri dalam angan yang dibuat terlalu tinggi. Jika sudah demikian, berkelakar mencari distraksi.

Seluruh sebagian dari kita pasti akan menyalahkan objek pemenuh mimpi tersebut. Dalam kata lain, kita akan menyalahkan orang lain atas apa yang menimpa diri kita. Padahal, semakin jauh dan dalam kita menyadari, kita hanya bermain pada ilusi yang kita buat sendiri.

Kasarnya, kita adalah "sakit hati kok dibikin sendiri!"

Begitupula aku dan mungkin manusia di luar sana. Sedikit terkilir, ingin sudah berhenti karena merasa terlukai. Padahal, siapa suruh main fisik sendiri?

Sabtu, 01 September 2018


"bagaimana bisa sedingin itu?"

tanyaku pada diri sendiri . untuk jiwa yang terlalu mati

di tengah peluh cerita manusia di luar sana, penuh tentang rinduan akan pelukan mesra
tentang cinta yang dirindukan
tentang hidup berdua yang didambakan

pun denganku di berbagai diam.
kemudian kulihat ke dalam.
kepastian. tersimpan. tak bertuan.

lalu untuk diriku
bagaimana bisa sedingin itu?
ketika sempat kubangun ruang untuk merindukanmu
kemudian kuhancurkan sendiri ketika kulihat kau tak kunjung beradu

aku pernah mendengarkannya
urutan riuh permintaan dari hati yang mulai mengabaikan
menyeberangi pinta
terpeleset realita

kemudian dingin mungkin jawabannya
sendiri di sudut coretan ingatan yang mengantarkannya
di satu detik lalu
semua sudah tak serasa. semua kini semu.

lalu, akankah kubiarkan mati?

terbang.
tinggi.
entah.
kelak. sudut mata akan merepresentasikannya.
nanar mengantar segala pembuktiannya.
apa yang didengar bisik hati.
tentang degup jantung yang tak bisa memungkiri.

Aku bangun kembali, di September 2018.

memang rasanya sudah terlalu lama terlelap
terlalu berayun dalam langkah semu
yang kukira maju
ternyata tak sejengkal pun aku berpindah


lalu, apakah sapaan ini mewakili?
beribu cerita tak terucap yang tersimpan di hati
menjadi memori
sakit sendiri


lalu jika jemari kembali tidak bersua
ingatkan aku atas kepergian beberapa tahun lamanya
yang kuingkari janji
dulu, kubilang akan terus menanti dalam diary


dalam riuhnya September kali ini
September ceria kata mereka
tersimpan harap sejalan dengan hati
karena asa tetaplah asa
lisan dan tulisan tetaplah harus seirama
hingga nama dan cerita tanpa makna tetap menjadi penghias mata