Hallo! Setelah sekian lama ngga muncul di dunia percaturan blog Indonesia kali ini aku balik lagi niih *
halah
Semacam lagi punya ide buat nulis. entah karena apa, mungkin karena lagi memendam rindu yang meletup-letup sama suasana SMA.
Anyway, kalo mau ngomongin masalah jaman SMA, sebenernya kalo kangen temen-temennya sih lumrah-lumrah aja, tapi kangennya ga bisa semembahana kalo kita kangen keas, suasana, dan warga-warga lain di SMA kita.
Gimana engga? percaya ga percaya, setelah lulus SMA, kita pasti bakal kumpul-kumpul sama temen-temen SMA, berkedok "masa SMA adalah masa yang paling indah", tapi selebihnya? kangen ngga sih suasana di saat kalian ga bisa dengan bebas manjangin rambut? ga bisa pake sepatu warna? hingga bahkan ga bisa TA kaya jaman-jaman kuliah gini? Hemmm.
Pernah kan kalian bertemu dalam 1 ruangan, sama temen-temen yang bagi kalian so amazing. lalu dipisahkan dengan sesaat. lalu setelah itu kalian tetep bertemen baik sama mereka. passionnya bakal beda, coy! dimana kita bareng-bareng di mall, rasanya gak seasyik kalo kita lagi dieeeeeem ngrenungin omelan guru kalo lagi di kelas.
sedikit curhat terselubung ya neeek, apalagi buat siswa yang sekelasnya itu teteeeeep itu aja selama 3 tahun. pasti dah tuh kelas udah macam sinetron aja. tapi ngangenin. tapi unforgetable!
kalau memang suatu saat nanti dipertemukan, mungkin hanya butuh setengah jam, untuk berkumpul semua, lengkap, dan dengan momen yang sama. walaupun komunikasi itu sifatnya ireversible, tapi kalo selama 30 menit itu kita minjem kelas buat reuni kecil-kecilan suasana SMA dulu, siapa yang ngga akan terharu?
Risih juga sih lihat adek-adek yang pada update status pengen cepet-cepet lulus. Dia belum tahu aja mungkin, gimana momen terindah kita pas lagi SMA. Shoot nya bagus banget. Apalagi.... kalau ada.... cinta pertama :)
kayak mereka! mereka ada, walopun sifatnya ga berubah jadi lebih dewasa -__________- tapi actually, i love them so damn! FST! heart you! xoxo
Sabtu, 30 Juni 2012
Senin, 25 Juni 2012
Halo cinta lama!
Hiahaha. kurang lebih 4 tahun kita udah lost contact. dan kurang lebih 4 tahun juga kid hidup berbalut penyesalan.
setelah kamu pergi, seperti tidak ada kefokusan cinta. semua ngambang! karena bagiku, kamu udah cukup, walaupun cuma satu. sementara, aku butuh banyak orang yang saling melengkapi untuk membentuk "kamu" yang dulu pernah singgah di hatinya kid.
Mungkin kamu bakal bilang kid plinplan, kid jahat atau apalah. tapi memang bener kaliii, kid belum nemuin yang sehebat kamu :3
mungkin kalau suatu hari nanti kid bisa ketemu kamu lagi, kayaknya bukan cuma salim kaya 2 tahun lalu deh :D, kid uda kangeeeeen banget sama kamu. boleh kali ya kalau nyebar pelukan, walaupun kamu bukan siapa-siapa lagi.
kid cuma pesen buat kamu, tetep jadi diri kamu seperti yang kid kenal ya. biar kamu disayang banyak orang. dan semoga ga ada orang sebodoh kid yang udah nyia-nyiain segalanya :)
selamat ya kisah tak sempurna-ku, tetaplah bersinar dalam penyesalan terdalamku :)
Minggu, 24 Juni 2012
this is mine!
Nama
saya Adhitya Nandha Karuniawan. Praktisnya, orang tua saya memberi nama
panggilan, Nandha. Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, kenapa tidak Adit?
Katanya, nama Adit lebih keren. Dan pertanyaan itu pula yang pernah saya
lontarkan kepada orang tua saya. Dan jawabnya, “kui singkatan jeneng bapak ibu mu, le”, kata ibu dengan bahasa
keseharian kami di rumah, Bahasa Jawa. Mungkin menurutnya, saya akan jauh lebih
bangga kepada mereka dengan nama panggilan itu. Atau mungkin juga, itu
pengingat bahwa saya adalah anak pertama yang harus berbakti dan tidak
melupakan mereka saat nanti saya sudah sangat dewasa. Saya lahir di sebuah kota
yang pada masa itu masih menjadi kota kecil.Ya, Kediri. Tepat di tanggal 5
bulan Agustus tahun 1993. Di Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kota Kediri, yang
menjadi saksi bagaimana ayah dan ibu benar-benar bahagia atas kehadiran saya
saat itu. Merekalah Hadi Purnomo dan Sumarni. Pasangan suami istri mandiri.
Saya berkembang di rumah kecil di daerah Kabupaten Kediri. Rumah dengan dinding kayu, dan atap yang sudah reyot. Belum lagi ini rumah tua, rumah eyang buyut saya. Sebagian orang yang melihatnya pasti akan tahu apa yang akan terjadi nantinya di rumah ini, ya.. Rubuh. Namun, keyakinan dan kebulatan tekad orang tua saya membuat rumah ini tetap bertahan hingga saya menjadi anak-anak yang sudah bisa bermain dengan lincahnya. Hingga akhirnya, tepat di 1 Maret 1998 di Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kota Kediri pula, lahir perempuan cantik yang diberi nama Fadhia Fawais Ramadhani. Kami memanggilnya Dhea. Perempuan itu adalah adik saya. Kehidupan kami masih tetap saja seperti itu hingga 2 tahun kelahiran Dhea, dan akhirnya ayah diterima di PT Unilever Indonesia, Tbk. Saat itu, keluarga kami sudah mulai berkembang. Mungkin semua karena keuletan dan kesabaran ayah. Hingga saat saya menginjak kelas 5 SD, ayah dan ibu berhasil mengumpulkan uang untuk membangun rumah sendiri. Tetap di daerah rumah kami yang lama, namun rumah ini jauh lebih layak. Dan juga di tahun itu lahirlah lagi perempuan dengan nama Nabilla Dinda Ayuningtyas. Dengan anggunnya, kami memanggilnya Dinda. Dari situ perekonomian kami kokoh. Jabatan ayah dan ibu naik. Selain itu, ayah dan ibu merupakan atlet voli yang juga memperoleh tambahan penghasilan dari situ. Dari situlah kami menyadari, Tuhan maha adil dan pemurah.
Saya berkembang di rumah kecil di daerah Kabupaten Kediri. Rumah dengan dinding kayu, dan atap yang sudah reyot. Belum lagi ini rumah tua, rumah eyang buyut saya. Sebagian orang yang melihatnya pasti akan tahu apa yang akan terjadi nantinya di rumah ini, ya.. Rubuh. Namun, keyakinan dan kebulatan tekad orang tua saya membuat rumah ini tetap bertahan hingga saya menjadi anak-anak yang sudah bisa bermain dengan lincahnya. Hingga akhirnya, tepat di 1 Maret 1998 di Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kota Kediri pula, lahir perempuan cantik yang diberi nama Fadhia Fawais Ramadhani. Kami memanggilnya Dhea. Perempuan itu adalah adik saya. Kehidupan kami masih tetap saja seperti itu hingga 2 tahun kelahiran Dhea, dan akhirnya ayah diterima di PT Unilever Indonesia, Tbk. Saat itu, keluarga kami sudah mulai berkembang. Mungkin semua karena keuletan dan kesabaran ayah. Hingga saat saya menginjak kelas 5 SD, ayah dan ibu berhasil mengumpulkan uang untuk membangun rumah sendiri. Tetap di daerah rumah kami yang lama, namun rumah ini jauh lebih layak. Dan juga di tahun itu lahirlah lagi perempuan dengan nama Nabilla Dinda Ayuningtyas. Dengan anggunnya, kami memanggilnya Dinda. Dari situ perekonomian kami kokoh. Jabatan ayah dan ibu naik. Selain itu, ayah dan ibu merupakan atlet voli yang juga memperoleh tambahan penghasilan dari situ. Dari situlah kami menyadari, Tuhan maha adil dan pemurah.
Kehidupan
kami berjalan seperti pada umumnya. Hingga saya duduk di bangku SMA, hingga
saya sudah bisa berfikir apa yang harus saya lakukan. Saya adalah anak pertama
dari 3 bersaudara. Kedua adik saya perempuan, dan saya harus menjadi contoh
bagi mereka. Saat itu bagi saya hal itu tidak masalah, tapi tidak untuk saat
ini. Kedua gadis kecil saya sudah tumbuh menjadi seprang perempuan yang mampu
berfikir. Bagitu pula saya, lambat laun saya tahu bahwa tugas saya berat.
Lambat laun saya tahu bahwa hidup saya penuh perjuangan. Hingga saya duduk di
bangku kuliah. Saya benar-benar dituntut untuk bisa mengerti keadaan saya dan
keluarga. Dan entah itu dari mana, saya benar-benar takut jika adik saya
menangis. Beberapa waktu, saya merelakan apa yang seharusnya menjadi milik
saya, untuk adik saya. Apa yang bisa saya perbuat jika adik saya mengeluh
tentang kehidupannya? Hingga akhirnya saya mampu berfikir, apa yang harus saya
lakukan dan saya nanti perjuangkan. Semua tentang hidup saya itu membuat saya
benar-benar mencintai keluarga saya dan mencintai kota saya tercinta, Kediri.
Entah apa yang menyebabkan hal itu, mungkin latar balakang keluarga dan
lingkungan saya. Dan saat ini, kota kecil saya sudah menjadi kota berkembang yang
berancang-ancang untuk menjadi kota besar. Dan sekali lagi, dalam 5 tahun ke
depan, saya ingin bekerja untuk kota saya ini, Kediri Raya. Bagi saya, memajukan
Kediri adalah sama halnya dengan memakmurkan saudara-saudara terdekat saya
sendiri.
Bagi
saya, banyak cara untuk menjadikan Kediri lebih maju dan berkembang. 5 tahun ke
depan saya ingin menjadi seorang pengajar dan penyuluh tentang Kota dan
Kabupaten Kediri kepada masyarakat. Tentunya dengan tergabung dalam tim Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota atau Kabupaten Kediri. Selain itu saya ingin
membuka kantor advertising dan atau Biro Konsultan Publik. Ada beberapa
kekuatan dari diri saya yang bisa saya andalkan di sini. Pertama, karena saya
saat ini sedang menjalani proses belajar sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Brawijaya. Tentunya itu sangat menunjang sekali. Karena saat ini
yang dibutuhkan Kediri adalah pemasar yang hebat. Selain itu, saya adalah
seorang yang mampu bergaul dengan segala kalangan masyarakat, karena background
keluarga saya tersebut, sehingga saya bisa merangkul semua golongan untuk lebih
bangga dan berkenan untuk memajukan Kediri dari aspek manapun. Lalu, saya
adalah seseorang yang berprinsip. Sangat diperlukan pribadi yang tidak mudah
goyah untuk menjadi seorang pemimpin di depan. Selain itu, saya adalah tipikal
orang yang bertanggung jawab dan percaya diri. Dan juga, saya mampu
mengidentifikasi seperti apa hidup saya dan berkat kehidupan keluarga saya,
saya menjadi remaja yang tangguh. Dalam hidup saya, santai itu perlu. Tetapi
santai yang menghasilkan sesuatu dan mampu dipertanggungjawabkan. Dan saya rasa
kelebihan minimal mampu meyakinkan keteguhan hati saya untuk mengabdi kepada
daerah kelahiran saya.
Sebagai
manusia biasa, selain memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, saya juga memiliki
kekurangan-kekurangan. Dan yang paling terlihat tebal adalah sifat saya yang
kurang mampu menerima kekalahan saat bertanding. Termasuk, dalam berpendapat.
Saya selalu ingin omongan saya didengar orang lain. Dan nantinya, dalam
cita-cita saya tersebut, saya bekerja dengan banyak orang. Karena untuk
memajukan sebuah kota, tidak butuh pemikiran yang sedikit. Dan perlahan, dengan
seringnya berdiskusi dengan teman-teman saat ini, membuat saya lebih berharap
agar sifat tersebut dapat tersamarkan tanpa mengurangi daya juang atas
pemikiran sedikitpun.
Saya
paham, untuk menjadi orang besar bukan hanya melihat dari dalam diri sendiri,
tetapi juga harus membaca dan belajar dari lingkungan. Apalagi jika nantinya
kita bekerja untuk lngkungan tersebut. Mau dibawa kemana lingkungan tersebut,
haruslah kita mengkaji lebih dalam tentangnya. Setidaknya, sampai saat ini saya
paham apa yang saya punyai untuk menunjang cita-cita saya. Termasuk,
kesempatan-kesempatan. Saat ini, dalam hati saya selalu tertanam, “rumahku ya
Kediri. Malang cuma tempatku mencari ilmu untuk membangun Kediri”, sehingga
menimbulkan sikap saya untuk lebih sering pulang ke rumah daripada ke kost. Dan
orang tua cukup mendukung hal tersebut. Kesempatan yang dilonggarkan oleh orang
tua saya untuk sering pulang selalu saya manfaatkan untuk berkeliling kota
bersama mereka dan teman-teman saya. Berkeliling kota di sini saya gunakan
untuk mempelajari, bagaimana kota saya, sehingga saya mampu terus belajar lebih
dalam kehidupan sosial masyarakat Kediri. Selain itu, kesempatan lain yang saya
pergunakan dengan maksimal adalah ibu saya. Ibu yang bekerja di Bappeda Kota
Kediri selalu saya manfaatkan untuk belajar lebih dalam pembangunan-pembangunan
di Kediri. Dan saya selalu memposisikan diri sebagai rekan kerja ibu, jadi ibu
seringnya juga mendengarkan aspirasi saya. Kesempatan yang sama bisa jadi tidak
datang pada beberapa orang. Maka dari itu, saya memanfaatkan kesempatan kecil
ini, yang nantinya mampu berpengaruh besar dalam kinerja saya membangun Kediri.
Saya
sangat paham, dalam hidup tidak hanya kesempatan saja yang ada, namun juga
ancaman. Dalam hidup ini, ancaman datang untuk ditaklukkan. Dituntut dengan
kekuatan dan segala prinsip yang dikerahkan. Ancaman yang datang kepada saya saat
ini adalah sebuah kepercayaan. Tidak banyak orang melihat serius keinginan saya
untuk memasarkan tanah kelahiran dan menciptakan impian saya ini. Tetapi,
segalanya harus tetap berjalan. Saya pun juga berjalan sesuai koridor yang saya
inginkan. Dan saya berharap, hasil kerja saya dapat membeli perkataan mereka
yang mengira impian saya terlalu muluk. Selain itu, ancaman dana. Kembali lagi,
saya adalah si sulung yang juga harus memikirkan kehidupan kedua adik saya
kelak. Tidak mungkin saya menghabiskan seluruh penghasilan orang tua saya hanya
untuk ini. Maka dari itu, saya harus mulai memikirkan dan merintis cita-cita
saya mulai dari saat ini. Saat dimana saya menulis tulisan ini. Karena, segala
sesuatu yang dilakukan dengan sedikit demi sedikit, hasilnya akan lebih
memuaskan.
“Saya bukan individu yang
terlahir dari keluarga kaya raya, maka dari itu saya harus berusaha. Saya
lakukan apapun yang saya suka, yang mengabdi kepada bangsa.”
“Hidup tidak perlu motto. Tapi
perlu prinsip. Banyak waktu untuk berbenah, karena masih banyak waktu untuk
hidup”
Langganan:
Postingan (Atom)