Minggu, 01 Desember 2013

Ternyata, sebijaksana itu

beberapa di luar sana, bukan kamu, memilih untuk melakukan apa yang diinginkanya. dengan egonya, seolah-olah membentuk semesta mendukung pintanya. melakukan apa yang diimpikannya, seraya dengan inginnya, hingga akhirnya terbentuk realita.

beberapa di luar sana, masih bukan kamu, terus membingkai kesan bahwa bersama harus sama, bahwa cinta harus berdua, bahwa kisah tak mungkin dijalani di tempat yang berbeda. iya, masih bukan kamu,

dan hingga kemudian hatiku membaca sebuah stigma dari sudut pikiramu di ujung sana, tentang kita yang sebenar-benarnya bisa bertatap mata, bahkan melangkah dalam setiap tapak kisah. tapi angan jauh depan sana mengurungkanmu, tentang kita yang tak mungkin hingga akhir berpadu.

tersirat pintamu hangat, bahwa kisah tak selalu harus dipaksakan. bahwa kisah tak pernah selalu menuntut impian.

Jumat, 29 November 2013

Sabtu, 02 November 2013


yang belum sempat tertuliskan

menulis tentang kenangan teman, ditemani lagunya ipang yang sahabat kecil, ada yang lebih dramatis dari ini? :))

sepertinya sudah lama merasa sedemikian hingganya, aku ingin menghentikan waktu untuk menahan mereka. yang menemaniku dalam usia remaja. mereka menyebutnya sahabat kecil, iya sahabat kecil.

perjalanan waktuku terhenti sementara. kemudian dengan dada terbusung kumulai melihat silaunya hari lalu. saat awal kita bertemu di Juli 2008. saat setiap pagi kita bertemu di depan auditorium untuk sekedar mencukur rambut gratis. saat kita datang bukan untuk sekedar menerima pelajaran, namun lebih untuk inginnya mendengar cerita teman :))

secuil kisah yang tak terlupa. hingga secuil waktu pula tersisa untuk bertatap mata. temanku, mungkin pernah dalam tiga tahun dulu aku menyayat sedikit perasaanmu, apapun bentuknya. dan kemudian sekarang tidak akan ada masa untuk melewatkan saat-saat bersamamu lagi. meskipun saat ini, 6 hari mulai jam 6.45 hingga 16.00 harus tergantikan dengan 3 jam seminggu sekali.

Sabtu, 11 Mei 2013

fawk ::))

hingga beranjak dewasa, namanya masih tetap Nandha. masih manusia yang tumbuh dengan kepura-puraan, kepura-puraan untuk lebih bahagia dari apapun yang telah membahagiakannya.

kemudian ia berjalan ke depan, masih ke depan, berharap untuk terus hidup. sesekali ia menengok ke belakang, hanya untuk memastikan perjalanannya tak sia-sia. hanya untuk memastikan, masih ada yang mencintainya menunggu di belakangnya, entah jauh, entah kemudian menyerah patah tak berarah.

ketika ia merasa mendekati segalanya, kemudian apa yang telah diinginkannya berhasil kembali membiusnya untuk berfoya-foya, dia terlena terlupa. terlupa ada yang menantinya di belakang sana. dan kemudian, terpaku dan mengambil satu hidup baru. itulah alasannya, hingga kini dunianya berpura. penuh kehancuran tertutup canda tawa.

#ifyouknowwhatimean :))

Minggu, 28 April 2013

hingga larut malam

Hingga larut malam membungkus keingintahuanku untuk mencintaimu, aku masih bergumam tak menepis kegundahan. apa yang kunanti selama ini, misteri hati mati hingga nanti.

mimpi yang semakin beterbangan di luar sana, yang kulihat abadi hingga dia kembali nanti, entah kapan kuminta kesini, entah jawabannya, kubiarkan dia berkelana.

aku tak menjalaninya sendiri, akulah yang berpeluk dengan kerinduan. ya. aku dan kerinduanku. dua bidang sejajar yang terus duduk termenung melihatmu berjalan ke depan sana.

senyum dan angan. harapan. hanya harapan. harapan, sekedar kenangan.

Kamis, 18 April 2013

aromaterapi penghias kerinduan

ada secuil kekaguman untuk mereka, yang selalu dengan lugas melihat perpisahan sebagai alat toleransi, bukan sebagai sebuah kegagalan.


ketika sepasang manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan menentukan satu titik di ujung sana, masih banyak setapak waktu yang harus dilaluinya. bukan hanya satu dariku, tapi dua untuk kita. ketika aku berjalan sendiri menuju titik yang kurasa mustahil nantinya, jalan yang lain yang kau tapaki justru mengingatkanku bahwa mimpi telah membuaikan kita, jauh hingga saat aku hampir menuju berdua.

ketika langit sudah meninggi di sana, aku seperti jatuh dari buaian mimpi itu, lalu ada hujan dan perasaan yang semestinya terkenang. lalu timbul duka derita, dan fana dunia. apa yang dianggapnya semu biarlah sebegitupula adanya. mungkin hanya satu jalan nanti untuk menuju ke titik itu, menatap, dan hanya menata apa yang seharusnya terlindungi, dari jalan yang sudah tak lagi seirama.

lalu aku berusaha mengepakkan sayap yang kukira bisa menarikmu perlahan, cepat atau lambat. hingga kemudian, cepat atau lambat pula, kukira semuanya sudah terlambat. ya, aku yang terlalu sibuk mengurus egoku untuk menuntut jalan yang sudah tak seirama, aku yang terlalu sibuk atas perkataan yang kutata untuk memaksamu menyamakanku, hingga kemudian perlahan semuanya fana kembali, tak ada pinta, tak ada coba tanya. kemudian di ujung sana titik itu kembali jauh, bukan aku yang kembali ke langkah awal aku memulai, tapi ada satu hal di luar jalanku yang terasa hilang. hilang dalam perbedaan.

ketika kemudian tiada lagi yang harus diungkapkan dan dibangunkan. adalah kesetiaan untuk membuka mimpi yang dulu bercerita dan meninggalkan jejak. lalu cerita itu memformulasikan kehadiranmu lagi sebagai aromaterapi penghias kerinduan. hingga sepenuhnya aku sadar bahwa kamu masih tetap di jalan itu, namun terhenti tak lagi mencoba menyamakanku.

ketika semua masih sama menunjuk ke tulangmu yang kaugunakan untuk menggandengku perlahan, kemudian seketika terang menjatuhi hujan yang diciptakan. ketika kemudian Tuhan semakin memperlihatkan sejauh mana jalan kita tak simetri, hanya nanti yang bersinergi dengan waktu yang akan ada untuk menjawab teka-teki itu. dan entah mengapa, sejauh ini, aku masih belum mengerti. sebagaimana aku harus menghargai logika yang tak senada, dengan apa aku harus memeluk egoku sendiri, sendiri, dan sendirian. hingga masanya kulihat tenang nanti dari kejauhan, kamu di satu jalan yang masih tetap berjejak sama denganku, hingga sadar dia hadir sebagai penerang dalam petualangan menuju titik dulu. aku beristirahat sejenak, untuk meihat kebahagiaanmu, dan aku akan menyusul kemudian, entah dengan siapa, atau bahkan sendirian.

Kamis, 04 April 2013

Tuhan menciptakan segalanya, lengkap dengan berbagai varian rasa yang mengekornya. Termasuk untuk cinta. Namun terkadang, hanya terselip rasa yang lainnya ketika kita memaknai cinta. Hingga akhirnya, kita bertemu untuk sekedar berjabat tangan, lalu berjalan berbalik arah kemudian. Tepat, di ujung jalan pembalikan, kita menemukan rasa yang lainnya dalam cinta.

Kamis, 28 Maret 2013

tertohok sama sebaris lirik dari somebody that i used to know

Well you said that we would still be friends
But I'll admit that I was glad it was over



#for someone over there. is now far. far away :)

yang nantinya tak terlupakan

aku melihat sisi gelapmu di ujung sana. dan melihatmu dari ujung sini. namun aku tak memilih. tak memilih untuk kembali melihatnya. seperti seperih aku mencoba menutup mata. tentang sisi gelap yang tak ingin kubaca.

lalu berbisik untuk seribu tahun ke depannya, tentang bekas jelmaan rasa ini nantinya. kembali dikenal seperti apa, kamu, dan kita.

sebatas sisi temaram dalam langit tak berujung, aku hanya memintamu untuk tetap menjadi yang tak terlupa, kelak. saat tua menginjak.

Jumat, 08 Maret 2013

ayah, kini.

sepertinya hidup sudah menampakkan kemurkaannya. sekitar 18 tahun kita hidup dengan baik-baik saja, tanpa kekurangan sedikitpun, dan baru kali ini, Tuhan menampakkan keramahannya dalam menyentuh makhluknya, dengan cobaan :3



ayah, tidak banyak yang berubah dari hidupku, kecuali satu. rasa takut. aku takut kehilanganmu, kehilangan seluruh semangat atas perjuanganku. dan hingga di titik ini, seperti diam dan merindu pada pelukanmu di masa kecilku, membalut pikiran dalam hariku, dan selalu tersenyum saat kau tau aku ranking satu. aku masih ingat, dengan jelas hadiah sepatu yang kau beri karena itu.
kali ini masih tentang ayah, ayah yang kuharap tetap tenang untuk melihat anak istrinya tampak seperti orang sok tegar.

ayah, kini roda telah berpadu dengan poros kembali. tentang berputarnya mimpi yang sepenuh nyawa kita pertaruhkan kepadanya. bukan tentang apa yang kauberi kepadaku, tapi yang Tuhan anugerahkan kepadamu. ayah, mungkin aku jahat, aku hanya memberikan sedikit tenagaku dan sebagian besar pikiranku untukmu. sebagian lain masih kumiliki sendiri. tapi ayah, ketauhilah, dalam tidurmu yang selalu kupandangi, aku berharap mimpimu seindah hidup kita di masa lalu. ayah, semangatlah untuk keadaan yang kita sendiri tak mengerti kapan untuk terhenti. ini putramu, yang katamu, ksatria keluarga kita :')

Kamis, 21 Februari 2013

memeluk realita

sejauh ini, sejauh jejak langkahku terekam, seperti aku selalu menoleh ke belakang, aku takut, aku masih takut. lalu demikian aku masih mengaduh dalam lembaran kisah yang tertulis tetap sama berasa, tak jauh lebih indah, tak kesan lebih merdu. perihal rasa yang telah terkontaminasi kecewa.

aku masih datang sebagai pemuja jalan terang, yang di persimpangan jalan masih selalu melihat sekitarku, mengupas peluh jiwa, meraba luruh hasta. karena cinta yang mengalir dalam raga tak jua menyanding bahagia, namun pedihnya menusuk hati. lalu kemudian aku mendengar lebih dalam, dari pilihan yang tersedia. yaitu pilihan untuk tidak dapat memilih.

kemudian aku beranjak menghampiri seseorang yang tak pernah menyakitiku. ah, aku hanya membutuhkan waktu untuk tersenyum, dan aku berhasil. tubuhnya seperti dipatri dalam otakku, melumpuhkan logikaku, lagi-lagi aku terlupa atas realita. dua kali. dua kali. dua kali.

tertahan semu atas kepura-puraan. ternyata benar, memang kamu yang hampir tak pernah menyakitiku, ternyata tak pernah bertahan sunyi untuk mencintaiku, itu benar, itu nyata, karena kamu, pelawan realita. dan aku memelukmu, masih di sini, dari belakang aku mengharapkanmu.

Selasa, 12 Februari 2013

Bisa aku meminjam namamu lagi?

Masih berdiam di tepian malam yang kelam, dan terus-terus mengambang karena sebuah penyesalan. Tentang sekuat apa aku berjuang mempertahankan, tentang setegas apa janji diiyakan, namun berakhir tetap tumbang. Tetap menyengsarakan. Cinta yang kelam.

Tiada tempat seromantis kursi yang berhadapan, bukan? Lalu teh hangat yang sedikit melegakan rasa, atau terkadang kopi pekat yang membumbui kerinduan tentang cinta. Kita, pernah berdua, lalu saling meminjam nama untuk sasaran pelempar sepi, tentang kamu, yang selalu hadir dalam malamku sendiri. tanpa kuminta, tanpa harus kujatuhkan harga.

Lalu kemudian masih ada namamu di secarik kertas kecil yang kutulis. Kali ini tak kugambar nyata, aku hanya mampu memujamu sendirian, seiring rasa yang mungkin  telah kau pudarkan demikian. Aku menyanjungnya, hingga aku bosan menceritakannya. Bosan untuk merindu, bosan untuk merasakan rindu karenamu.

Perlahan cerita memudar, tak ada jiwamu dalam goresan pena hari-hariku. Namun masih ada rasa, yang kutulis hambar, tanpa penyedap cerita yang lain. Pintu itu, pintu masa lalu. Sebegitu berharganya namamu di sini, dalam kotak produktivitasku. Kamu, dan ceritamu. Bagian terpenting dari cerita hidupku. Bisa aku meminjam namamu lagi?

Sabtu, 09 Februari 2013

lelaki tua di persimpangan langkah kecil

rebah tubuhku di kasur yang sudah 4 tahun menjadi tumpuan malamku, masih selalu dengan sisa tangis yang membalut sepanjang waktu rindu, yang kebanyakan kuhabiskan sesaat ini, menjelang subuh yang menjadi partikel pembangun segalanya.

hingga setapak berhari-hari aku melangkah sendiri dan masih merapuh tanpa tau apa yang ku cari. berjalan hanya untuk keharusan berjalan. menatap hari hanya untuk mensyukuri nikmat Tuhan, namun apalagi? tiada yang lain kukira. hampa, sepi, gulita. selarik lagu disturbia masih menggema di sekat telinga kali ini. memboyak ragaku untuk berjalan keluar. keluar kamar. keluar menatap rindu yang lebih menyejukkan.

lalu kucoba pasang langkah kecil, menapaki jalan yang sempat terukir dalam hari. yang dulu berdua, bersamanya. tentang kebahagiaan yang tak berujung, tentang kasih yang kukira tak akan pernah mendung. lalu kulihat kedalam kembali, masih tentang apa yang kucari. apa yang kucari dari sebuah penantian ini.

hingga langkah kecil mengantarku pada sebuah titik. tentang sudut yang menemukanku pada lelaki tua yang masih terawat. kali ini bukan ayahku, dia jauh lebih tua, dan lebih ganas kukira. ayahku tak sejahat itu. kutatap rautnya, sedikit menggelikan. bagiku dia hanya seorang yang tak tentu arah kali ini, menunggu subuh di bangunan kecil yang kusebut poskamling. kemudian aku mendatanginya, menanyakan apa yang dilakukannya. dan dia hanya tersenyum kecil untuk menjawab ,"bukankah kita memang seharusnya bersiap sejak dinginnya pagi baru kita meminta untuk didatangkan pekerjaan?". aku terdiam, seperti tak ada bumbu senyuman di rautku saat itu. kembali berjalan, mencoba menulis, dan memikirkan secuil kata yang bisa jadi penuh hujan makna.

dan hingga memori membangkitkan pikiranku, berkata tentang hal itu, yang memang seharusnya kita bersiap lebih awal, dan mengerti siapa kita, baru kita boleh meminta untuk dipilih oleh cinta. yak! itu bagiku saat ini. lalu, lelaki tua itu? aku? dan dia? dia yang kuanggap tak berarti apa-apa? ternyata? menyadarkanku yang selama ini masih berjalan seadanya? mengikuti apa yang orang mau? begitu? sehina itu ternyata. masih tentang cinta.

lalu? lelaki tua itu? siapa?

Jumat, 08 Februari 2013

sekilas tulisan nyinyir buat kamu

selamat pagi jiwa yang kekeringan mimpi dan kekurangan ekspresi, selamat bangun dari tidur yang sangat nyaman. mungkin itu satu-satunya hal ternyaman dalam hidupmu yang semakin berantakan. berantakan karena cinta tak setujuan.

banyak hal yang seharusnya tertulis, namun tertahan di hati. sadar diri sebagai sephia, menyakiti banyak manusia. tapi, berapa banyak sephiamu ya? aku yang bingung kali ini.selama aku sakit, kamu ngga datang.. datang ke inboxku lah, atau ke messenger. enggak. blas enggak. makanya aku males nulis, males nulisin kamu.

sekarang kayaknya gantian aku yang kudu merelakan sesuatu, cinta bkan perihal balas dendam kan? terus tiba-tiba aku dateng, masuk, dan bilang ke media kalo aku sama kamu ada hubungan, itu yo gek ngapaaain kan ya? yaaaa mau gimana lagi, kayaknya "keep calm stay cool and yaudahsih" itu tetep jadi pilihan terbaik kalo kita lagi bete-betean macam gini.

ketidakhadiranmu, alasanku buat ngga produktif. diam, hampa, dan aku cuman bisa waklking-walking di area standart, ngga penetrasi, dan itu ngga enak, dan kamu tau, itu ngga enak.

sebenernya aku salut sih sama kamu, kamu paham takdir, paham posisi. seenggaknya, kamu yang jauh lebih sadar kalo kita ngga bisa begini terus-terusan, tapi aku sudah bilang, seenggaknya kita saling "ada" pas kita saling membutuhkan, iya kan? :)) dan ketahuilaaaaaaahh, saat ini aku butuh. banget.dan ngga lucu kalo aku ngrengek-ngrengek sendirian minta kamu kesini. sekian. ini cuman sekilas tulisan nyinyir buat kamu haha.

Minggu, 03 Februari 2013

terendap rindu jogja

baru tadi dini hari kutinggalkan, jogja masih saja bergelanyut dalam ingatan. lagi apa, kamu sekarang? pundak yang kupinjam selama perjalanan. dan telinga yang selalu terpasang mesti tak ada salam perpisahan. sekali lagi, memang jogja menawarkan cerita cinta, bagaimanapun bentuknya.

lantas berdetik waktu masih berlalu dengan lantangnya, dan masih ada aku yang seolah dihantui pertanyaan lain seisi berpijakku di jogja, "apa yang kau dapatkan selain cinta?" sembari menulis prolog, aku kebingungan, apa yang bisa kubumbukan selain perihal cinta. rindu kataku? lalu otakku berbelok berpikir lagi, bukakah rindu masih setipe dengan cinta? lalu apalagi? gembira? gembira sesaat dan seketika dunia berhenti tak mendengarku ketika jogja kulihat sudah berada di belakang bus yang kutumpangi? aku tak sebegitu kuat menahan egoku sendiri, jogjakarta.

beberapa bagian dalam hati berkata, jangan kau rindukan jogja. dia kunci terbesar kau terdiam dalam dunia mimpi. kau tidak akan menghadapi realita. namun sisi lain berkata, ya beginilah realita. jogja yang tak bisa kulepaskan begitu saja, jogja yang selalu memelukku perlahan. memelukku karena ada kamu, dan dia yang kucurhatkan kepadamu. ajaib, jogja selalu begitu. hingga rasa timbul keduanya, namun takdir tak berdiri tegap untuk menyelimutinya. binasa, kemudian hanya akan ada cerita, dan rasa rindu yang menahun menghantu, di bayang-bayang melayang sanubari tempatku berlabuh.

sekedar kerdil cerita yang kita simpan, tentang yang kubagikan kepadamu, dan kamu kepadaku. tentang masa lalu menginjak jogjakarta, tentang rindu menahun atas cinta beda agama, begitupula kamu, diammu dalam nuansa jogjakarta, yang menghentikan waktu, dan menawarkan pundakmu kembali untukku. indah, teramat indah. namun tak seindah apapun jika hanya tetap menjadi kenangan yang tersimpan sendiri. seperti bualan di dini hari, hanya aku yang tertawa, tak ada pendengar lainnya. jogjakarta, selalu perihal cinta. cinta yang tak berencana, atas rindu yang terendap dalam lara.

Jogjakarta. Masih tentang dunia yang berbeda




terbangun di senyapnya pagi, dan kulihat sekali lagi. yogyakarta, ya. aku di sini, masih seolah di sampingmu lagi.

hinggap secuil kisah tentang masa lalu yang hampa, tentang kisah yang hentinya terpaksa, tentang agama, duka, dan kemudian hampa. lalu aku terdiam kembali, masih di tempat yang sama kita tertampar keadaan. malioboro yang indah, dalam hati yang harus menggundah.

seperti bangunan resah di masa lalu, yogyakarta masih sebuntu kemarin malam, sebuntu aku yang meminjam pundak seseorang untuk menceritakanmu, merindukanmu. lalu tumbuh rasa sesaat tentang itu, bukan cuma kamu. bahkan hingga kalbu yang menyerang serpihan masa lalu.

lalu terdiam di pucuk jalan, seperti kita yang terhenti dalam peraduan, namun yogyakarta masih indah, sesingkat apa waktuku, yogyakarta tetap pemberi jalan merindu

masih kamu. dan masih aku yang terluka

Buat kamu yang masih kuperdebatkan tentang masa lalu. Aku menagih mimpi dan jaminan atas kesendirianku saat ini. Kamu pernah menawarkannya. Iya, kamu pernah. Dan aku juga pernah mengiyakannya. 

Buat kamu yang masih berdiri kokoh tanpa kehadiranku. Layaknya seperti kata yang pernah kupegang kala itu, aku merindukanmu. Merindukanmu walau aku masih dalam posisi jatuh tersungkur di tepian kenangan. Hari yang kubumbui sendiri. 

Kamu bukan candu, bukan hantu. Tapi kamu sempat jadi sebuah mimpi. Mimpi yang teramat istimewa. Mimpi yang teramat mempesona. Lalu segalanya hancur saat kamu memberitahu siapa aku sebelumnya. Tentang diriku yang sepenuhnya tak bisa kulihat sendiri. Tentang diriku yang separuhnya sudah kamu kuasai. Lalu aku apadaya menangis. Terlalu bengis untuk berkata cinta lagi. 

Buat kamu yang sudah terlalu bising ditelingaku karena mamaku selalu menanyakannya, yang sempat kutulis mesra bersama jutaan baris-larik puisi. Namamu beradu dalam majas. Masih seperti dulu. Seperti tulisan semu tentang hati merindu yang kukirim kepadamu. Namun kali ini sedikit berbeda, entah mengapa aku harus menyimpannya sendiri. Dan luka. Itu luka.

Rabu, 30 Januari 2013

Buat kamu yang kutemui di 22 januari.

halo, bos. lama ya kita nggak ketemu. aku hitung-hitung udah 3 tahunan lho. mungkin cuman aku aja yang ngitung, lha kamu, mau ada aku, mau enggak, kayaknya kehidupanmu masih asyik-asyik aja tuh :)



udah lupa mungkin ya kamu rasanya ngesms pakek nada bergelanyut manja gitu? tanya aku pulang jam berapa, tanya lagi apa, atau bahkan pamitan mau ke bali. sampe-sampe aku inget, kita sempat on phone pas aku pelajaran sejarah, dengan kondisi baterai hp yang sekarat, dan saat itu kupikir kekuatan cinta yang menguatkan pembicaraan kita, haha. lucu ya? iya lucu. tapi jangan bilang anak-anakmu nanti lho :)


aku coba mikir sampe sekarang, kenapa harus kita ketemu, dan kenapa harus aku ngrasa kita jodoh pas itu. naif sih, tapi itulah hidup. kamu yang mengajarkannya, kamu bilang coklat itu kalem tapi jantan. sementara aku bilang merah itu berani. kita berwarna, kata kamu, gak perlu ada ulangtahun-ulangtahunan kalo tiap hari kita udah bisa bahagia bersama. alay ya? tapi aku seneng pas itu. senengnya berlebihan :)
udah berapa orang yang kamu ceritain kalo aku ga bisa hidup tanpa mami? udah berapa orang yang kamu bilang kalo aku anak mami? kayaknya temen-temenku yang tau begitu cuman 1 sumbernya, dari kamu. dasar alien!


masih inget gimana aku tertegun dan bener-bener nyimpen rindu pas kita ketemu kapan hari itu? mulut kecil cuma bilang, gimana kabarmu dan kabar mami? mami. iya, kamu deket banget sama mami.


aku masih inget, gimana kondisi tubuhmu pas itu. wangimu, masih tetep. tetep kayak dulu, dan tetep kayak kaos itu, kaos biru, kaos kenangan. mungkin kalo sekarang aku mau cerita sama dunia, ga bakal ada yang ngerti indahnya, ga nutut. karena kamu emang udah terlampau indah saat itu.

hingga akhirnya setelah kamu berlalu dan aku tetap memendam rindu, Tuhan mempertemukan kita lagi. kali ini caranya beda, kita dipertemukan di sebuah jalan yang sama, namun arahnya berbeda. mungkin itu yang terjadi sama kita, kita berada di lintasan yang sama, tapi kamu lebih memilih untuk melanjutkan hidupmu yang kau kira lebih baik tanpa aku, sementara aku, masih buta arah. buta arah karena kebanyakan kau tuntun.

aku seneng saat itu. tepat 22 januari. kita berpapasan, tertegun, dan saling membuang muka. tampaknya, saat itu aku hanya diperkenankan untuk cukup tau keadaanmu, dan kupikir kamu masih baik-baik saja, tetap pribadi sempurna yang kukenal sebelumnya. "tambah nyempluk", itu yang kubilang ke mami. haha, lucu ya. mami masih nanyain kamu, banget. banget :)

aku ngga bakal nulis surat kecil untuk Tuhan kok tenang aja. tapi yang jelas aku terima aja kalo ternyata Tuhan masih ngasih koridor yang diturunkannya buat kita bertemu, sebagai apapun, kondisi bagaimanapun. setidaknya, untuk melihatmu dari dekat lalu mendoakanmu dan melempar rindu dari kejauhan.

Cappucino yang kuminum tak pernah sehambar ini

pagi yang sepi. semestinya tetap indah. lalu bertahan aku atas sebuah keputusan tentang kita. kita yang tak lagi bersama. bukan begitu, dari awal memang kita tak bersama. kau bersama pacarmu, dan aku pendampingnya. namun kali ini aku sudah cukup bosan membicarakan itu. kau dan pacarmu. lebih baik kubicarakan tentang kita yang memang sudah pasti tidak akan bersama lagi.

aku bangun dari tempat yang sempat kita mainkan, ya mimpi. kita pernah berayun di sana. merajut asa yang ternyata lenyap seketika saat dunia tak lagi mengijinkan keberadaan kita untuk tertawa bersama. tentang kopi yang sempat menghangatkan, seduhan teh melati di rintiknya hujan, hingga cappucino yang selalu kau pesan di keheningan malam kita. hingga mendarat pada sebuah pelukan mesra. lalu kali ini kuseduh cappucino sendiri. tanpa kamu tempat ceritaku, tanpa kamu yang ada untuk menyandarkan bebanku.

hingga terbitnya matahari dari timur, cappucino yang kuminum tak seperti biasanya. kali ini mungkin seduhannya biasa, kurang hangat menurutku. dan hingga kuingat memori tenggelam di dalamnya, tentang kamu, tentang rasa, tentang cinta, hingga aku tau, tanpamu, karenamu, cappucino yang kuminum tak pernah sehambar ini.

Minggu, 20 Januari 2013

kicauan untukmu

buat kamu yang mungkin nggak tau sekarang aku lagi ngapain, pengen apa, dan kelaparan ngidam apa... ah yang jelas, kamu begitu asik dengan duniamu, dengan pacarmu, dan aku tak begitu asik dengan itu semua. mungkin hanya satu salam yang kubentuk unyu, kulempar dari sini, dari ruang tamu saat aku mengetik tulisan ini.

seperti semua berjalan pada umumnya, seperti semua berjalan dengan semestinya sebuah perjalanan. perkenalan, kehampaan, dan mayoritas rasa. kali ini, rasa kagum yang menyelimuti. ternyata benar kata orang, semakin gampang kita mencintai, maka kita akan semakin rapuh. kadang teruji, siapa yang cinta, siapa yang terdepak. dan dalam kisah ini, aku.

siapa boleh menduga tentang kita. uops, salah, lebih tepatnya tentang aku yang berharap jauh lebih dari ini, dan kamu yang berperan diam saja. heran ya aku, kenapa aku jadi pihak yang menye-menye. maaf, kali ini sepertinya tubuh sedang ngga sinkron sama hati. kayak aku. beneran. serius. sok-sok an ngambek, tapi nggak bisa. dan pilunya sama juga kayak aku yang udah pasang emot sedih, tapu gak ditanyain sedih kenapa. hancur lho. luka lho.

teruntuk kamu yang lagi ditemenin pacarmu bbman. bingung lho aku sekarang, seperti lalai tapi ngga pada tempatnya, semacam gusar tapi ngga semestinya.
dan lagi-lagi apa iya aku harus tersungkur jatuh di cinta sendiri atas pacar orang? teruntuk kamu yang mungkin lagi saling melepas rindu, aku paham tugasmu untukku, dan pacarmu untukmu. jadi, kadang cinta memang memilih untuk diam saja.

Sabtu, 19 Januari 2013

salah.



aku terlanjur menghirup rindu yang seharusnya bukan milikku





banyak hal yang perlahan membuatku sepi di sini. dia, kamu, dan kalian. kalian yang terbentuk dari dia dan kamu lebih tepatnya. dan aku masih menonton. tidak berhenti menonton, di hatiku seperti masih menuai doa. doanya tulus, tapi jahat. iya, biar kalian selesai. dan aku bisa menari girang dari sana.

Kamis, 17 Januari 2013

abu-abu di sekitar hijau muda



mungkin ini ya yang kalian maksud? bayangkan aja dua manusia yang bergabung jadi 1 ikatan dan di sekelilingnya terdapat zona abu-abu. seperti gambar itu? dan gimana kalo zona abu-abu itu aku? istilahnya, ketika kamu memilih buat keluar dari keindahan hijau muda, entah karena apa, aku siap menerima, bahkan memberikan yang lebih dengan tambalan apapun.

sekarang, saatnya aku yang bermain dengan perasaanku sendiri.

Rabu, 16 Januari 2013



masih belum tau atau masih berpura-pura nggak tau? masih nggak mau  bilang atau bahkan masih mencoba buat melupakan? kamu  nggak sekuat aku ternyata. aku aja bisa jadi pemain cadangan di antara kalian. tapi kamu? nga a a gitu aja udah nyerah!

kadang aku mikir, sebegitu hinanya aku hidup dalam cemoohan orang, terima, tapi ga sepenuhnya terima. cuman bilang "ya yo ya yo" tapi itu karena kamu juga, karena kebertahananku sih lebih tepatnya.

kadang aku mikir juga sih tapi, kenapa kamu baik mampus. ngasih harapan cuma-cuma di beberapa saat dan letupannya kerasa banget. kepo, stalking, dan semacamnya, kamu bener-bener bisa ngundang aku buat ngelakuin hal-hal itu, padahal aku sadar, aku siapa.

kayaknya mau bilang aku maksa, ya emang. enggak, ya emang. ah udahlah, kita sama-sama pemain kok. bedanya, kalian pemain inti, dan aku masih diam, melihat, memperhatikan, menambahkan apa yang kurang dari kalian, soalnya aku pemain cadangan. pemain yang siap dipanggil sewaktu-waktu... karena kamu.




Senin, 14 Januari 2013

LHO, KOK AKU SEDIH?

"Tahap pertama yang harus kita lakukan saat ini adalah bersahabat dengan hujan dan waktu. Dengan kenangan dan rindu"

"kamu" "kamuflase"

ada hujan yang memagari sepanjang rumahku, dan ada pacarmu yang masih jadi pertimbangan kenapa aku masih disini. ya, as your mega best friend. kata bekennya sih, friendzone. ngga masalah, aku cuman butuh beberapa candaan aja biar bisa ketawa.

malam ini masih hening, iyalah, soalnya aku sendirian. kamu? lagi sama pacarmu ya? ngapain? dimana? kok.... bla bla bla bla... oke deh, akhirnya cuman bisa masuk draft aja sih, bukan ga berani ngirim. cuman ngga enak aja. seenggaknya, sadar diri itu perlu kan? aku juga cukup tau diri tentang hati. ngggggggg. oke kali ini aku cuman bisa ngomong posisiku........................ aku komplementer hati

aku nyesel juga sih, kenapa harus pacar orang. kenapa harus aku yang maksa gitu deh ya, dan kenapa harus kamu datang dengan keadaan yang kayak gini, dan...................... mencengangkan. : lagi penting-pentingnya, ternyata aku kalah jadwal. berujung : yaudah

beberapa hari akhirnya aku mikir juga. kamu itu udah cukup punya hati. ngasih kebebasan sejauh mana aku bebas bertindak. kamu baik, baik banget, cuman akunya aja yang ndableg. dan aku sebenernya perlu ngasih tau kenapa aku bisa kayak gini. nga a a a a a

// awkey. at least, sebagai komplementer hati yang baik, kadang aku juga butuh komplementer yang lainnya. intinya, kadang tulisanku bukan tentang kamu, tapi nyrempet kamu. kamu yang kuharapkan lebih dari kamu, paham? terlalu banyak "kamu"? iyasih. kamu juga gitu kok. masih bingung? oke kita sama-sama nggak punya hati //

kasarnya begini aja sih ya, kamu sekarang ada di samping dia, yang notabene lebih terikat dengan yang namanya pacaran dan semua orang tau itu, bahkan mungkin dunia kegelapan juga paham, sementara aku? aku bisa apa. dan seolah di sini kamu yang nggak punya hati. seolah lho ya, cuman seolah. dan aku? tanpa disadari aku lebih nggak punya hati lagi. kenapa begitu? oke. aku udah bikin bingung banyak orang. dengan terlalu banyaknya "kamu", dan bisa dibilang aku jadi komplementer akut diantara "mereka" nggak punya hati? oke aku lebih baik diam. dan aku percaya sama kamu. iya, kali ini kamu, beneran kamu.... kamu!

Minggu, 13 Januari 2013

Lalu inilah hujan

masih sedetik kira aku memikirkanmu, tentang yang disampingku beberapa hari lalu. itu kamu? mirip hujan, yang kuharap tak kunjung terang.


aku jahat mungkin. menjadikan alasan hujan untuk memintamu berteduh. apa? iya. karena hanya itu alasanku untuk menghubungimu. walau aku tau, dia mungkin jauh memintamu lebih dulu. selamat. mungkin kamu tersenyum karena melihatku yang merasa bodoh karena itu.

lalu aku melihat ke dalam. ya, lagi-lagi aku tersenyum. aku tersenyum atas kebodohanku sendiri. seolah aku memanipulasi waktu, sepertinya pacarmu lagi kubuang ke kutub utara dan kubiarkan dia bercanda dengan pinguin yang tak seindah kamu. lucu. iya kamu tau. tapi kamu diam. diam karena keadaan.

lagi-lagi aku melihatmu lebih dalam. aku tak putus asa rupanya. melihat teduhmu seteduh hujan, yang menghancurkan segenap logikaku, menyamarkan suara di sekitarku, dan hanya ada satu jerit yang terdengar disini. itu hati. jerit hati!

seperti mimpi yang sempat tercipta karenamu, lalu aku merombaknya sendiri. eh, iya. aku seperti air yang tertahan saat ini. rasaku semakin keras, namun terbendung atas keadaan, hingga berbelok tak berarah, bertumpah ruah, namun masih kamu objeknya.

lalu hujan perlahan berhenti, ah aku sebal. membuatmu kembali tersenyum dan memang itu tugasmu dari dulu. tersenyum untuk menertawakanku. kutahan? aku bisa apa. lebih baik aku diam, memandangmu dari jauh, dan jari-jariku seperti terlepas. meminta untuk mengikutimu ke seberang sana.

aku butuh waktu untuk berkuasa. dalam bahasa yang seharusnya kita mendengarkannya bersama. eh, lagi-lagi salah. kita sudah mendengarkannya bersama. bahasa rindu, bahasa senyuman, dan bahasa cinta. tapi... kurang dalam. nyaman.. tapi.. bukan milik "kita"

oh iya, apakabar pacarmu yang tai kuungsikan ke kutub utara? aku berharap dia kedinginan dan mati saja. harapanku aja sih, tapi ya mana mungkin aku mengatakannya kepadamu. aku tak setega itu, sekaligus aku cukup sadar diri. kemudian bibirku mulai membuka pertanyaan, "gimana pacarmu? lagi dimana sekarang?". aw shit! pilu lho :)) pilu. tapi itulah penghargaan. aku menghargai kamu dan kehidupanmu, di saat kamu menghargai bahasa rindu yang seharusnya tak mengandung makna sendu.

kutahan, hingga hari ini semua baik-baik saja. kutahan, hingga hari ini aku masih berpijak dari sudut aku melihatmu. hingga kemudian waktu seolah berputar. iya, hujan. hari ini nggak hujan. nggak mereplikakan untaian cita yang tak biasa. melihatmu di ujung pelupuk mata, lagi, semakin buram, tentang kamu, yak! ada kamu, dan ada hujan. kali ini hujan turun dari sudut aku melihatmu di hati ini, lalu terhubung ke dua mata yang kau tatap penuh arti di hari lalu. kamu mirip, mirip hujan :)

Alasan untuk berhenti mencintai?

tak ada sangka, atas dasar pertemuan, seseorang bisa terluka. bisa lebih berat, terluka sendiri.




seperti mengenal, namun hanya searah. mencoba mengenali hati sendiri, sejauh mana simfoni terlihat abadi. tentang hati yang diperkirakan mati, tentang rasa yang lama sirna. luka

ada alasan untuk bertanya, kenapa ini seolah datang? seolah? iya seolah. hanya bertahan di anganku sendiri. kamu? seperti biasa. tidak mengenali, hanya bertugas datang, dan membuatku tertawa.

kamu masih paket lengkap. lengkap, membuatku semakin suka, namun tetap dalam objek derita. kamu itu lengkap. seperti teh hangat yang sempat memberikan nuansa berbeda antara kita. lengkap

sebegitu berfikirnya aku? mengapa harus bertahan hanya dalam berfikir sendiri? lalu? enak ya jadi kamu. datang bukan membawa pilihan, tapi malah membeberkan keputusan. suka atau tidak, semua dari relungku. hebat kamu.

sekali lagi harus kubilang kamu hebat. aku tau resikonya dan aku menerima, aku paham perasaanku, dia, dan kamu yang seolah-olah masih diam, meski kamu tau tentang segalanya. iya, kamu memilih untuk diam. dan itu pilihanmu. sementara aku? diam bukanlah pilihan, tapi ketetapan. sama seperti keputusan yang telah kau beberkan kepadaku sebelumnya.

keputusan ini mendinginkan logikaku. lalu membawaku mengikuti alur yang kau tentukan sebelumnya. ya, lagi-lagi aku. aku yang berkewajiban mengetahui kedalamanmu, dan kamu yang hanya bertugas membuatku tertawa. tertawa yang kau jaga, beda dengan yang lainnya.
.

berhenti mencintai? oh tidak :) kamu datang di saat yang tepat. aku hanya butuh tertawa. dan itu olehmu. selebihnya? ah aku tidak memikirkannya. tak kujamin yang lebih dari ini akan menjadi yang terindah.


kupikir, untuk apa harus berhenti? bukankah segalanya masih indah jika kita menikmati? ah sudahlah, beberapa hari yang tersisa tentang kita, semoga masih ada cerita bersambung yang mampu ditentukan bersama. seperti ini. seperti kamu. dan pikiranku sendiri

Senin, 07 Januari 2013

Hanya....

tersisa sedikit rasa untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi, yang seharusnya terucap sejak dulu, sejak alasan itu beradu di titik dua hati bertemu, yang semakin menjauh karena waktu. rasanya hambar, perlahan seperti tiada yang ditunggu di bangku coklat depan rumahku, tentang lewatmu, harapan, dan gitar tua yang sempat ada di antara kita. rasanya, puisipun tak mempu menggambarkan kehampaannya.

lalu seolah pergi, tepat seperti saat cappucino hangat menjadi dingin seketika, saat aku lebih memilih untuk melamun, tidak untuk meminumnya. seperti senja yang hampir menjamur karena remaja penuh dosa, seperti datang menjawab segala kepenatannya dalam lubuk hati yang sebentar lagi diprediksi mengalami kehancuran.

adalah aku, yang masih menanti hingga esok datangnya hari, menunggu hingga nanti datangnya waktu. tetap di sini, di sudut subuh yang masih kita idolakan karena kenangan.

kali ini, cappucino masih belum nikmat, ketika teman-temanku berkicau tentang kebodohanku, seolah menunggu sesuatu yang aku seniri tak tah kapan kembalinya. meminjamkan hati pada seseorang yang aku tak mengerti orang itu siapa. dan aku tak berani menagihnya kembali.

seperti berdiri di ufuk fajar, yang masih beku karena embun yang berjajar, aku belum bisa melihat secerca cahaya terang dari jauh sana. seperti waktu yang masih kelabu, yang masih kupermainkan dalam zona abu-abu, dengan peranku, kata mereka aku babu. iya, babu cinta. menunggu kok derita!

hingga lambat laun tak jua kutemui kepudarannya. aku tanpa hiasan diri dan kelabu di ufuk hari kataku, lalu aku berjalan setapak ke depan lagi, dan ternyata masih kudapati penantian itu. penantian di samping orang baru yang tak dapat kupastikan perasaannya karenaku.

lalu mungkin hanya akan ada kedewasaan yang seharusnya membukakan segalanya, perihal jiwa dan duka lama, hanya dengan subuh itu, hanya dengan bangku coklat itu, dan hanya dengan gambar kenangan gitar tua itu.

Minggu, 06 Januari 2013

Dalam Jatuhnya Hujan

Seperti aku yang berayun dengan kenangan. Beralasan, aku hanya menunggu alasan. Alasan tentang kepergian, yang hingga kini masih seolah seperti dentuman angin malam. Keras, namun timbulkan pertanyaan. Bagaimana, untuk siapa, dan mengapa.

Aku seolah menari dalam kenangan itu, merajut sendiri dan membentengi segenap perih perasaan yang tergores dalam rindu. Aku bukan mahasiswa manajemen, bahkan menurutku mahasiswa manajemenpun tak handal mengatur perasaan itu. Ya, cinta. Kenapa disebut cinta? Abstraknya sama saja dengan perihal kebimbangannya.

Aku yang hanya duduk terdiam, mencoba berlari ke luar, melihat hujan menadahi seluruh isi senja, menantiku seolah menyambut raksasa luka yang keluar dari bilik angkaranya. Kemudian aku diam, dan kukira benar, aku membutuhkan payung itu.

Seketika ada yang menyapaku dari kejauhan, dengan lirih dia memanggil ketenanganku, mengoyak batin yang semestinya tetap tegap merasakan irama jatuhnya hujan itu. Pikirku racau saat itu, seolah menjatuhkan harga diri, kusambut sapaannya.

Kami saling lembut membaca. Oh ternyata kami sama, kami terhina. Seolah musnah pupus kecewaku kali itu, ketika dia mengusap lembut luka yang seolah tak pernah aku mengerti caranya menghalangi. Hingga sebentuk rangkaian kata itu membuatku mengerti tak ada luka yang tak sirna.

Perlahan aku mencari harapan dari kedinginan hati itu, seolah aku belum menemukan alasan. Tetap, masih seperti biasanya. Bagianku, bagianmu, seolah belum berpadu, atau mungkin, terlalu lama aku tak menyatu?

Perlahan dia menampilkan gaya baru, kukira tetap perihal cinta. Dalam jatuhnya hujan, seharusnya dia menjadi payung penghangat rasa, seolah bertindak seperti teh panas dalam salju yang membekukan jiwa. Ya, dia berhasil melakukannya. Hingga saat ini, hingga saat aku membingkainya sendiri.

Dan dalam jatuhnya hujan, seolah fokusku terkoyak. Tak mampu kudengar suara dengungan yang lainnya. Tentang cinta, kebenarannya, orang baru, alasan orang lama, bahkan hingga perasaanku sendiri. Bukannya mati suri, hanya semacam aku tak sanggup mengenali.

Seketika hujan kembali berhenti, dengungku bukannya bertambah menjadi, namun hilang dalam kepekaan simfoni. Aku masih tetap membingkainya sebagai payung. Payung lama, payung baru. Yang kuharap suatu saat bisa kupilih salah satu.

Dalam jatuhnya hujan, seolah semua masih tak terdengar. Perasaanku yang membimbang sendiri, dan hadirmu yang tak kunjung beri kejelasan yang berarti.