Senin, 07 Januari 2013

Hanya....

tersisa sedikit rasa untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi, yang seharusnya terucap sejak dulu, sejak alasan itu beradu di titik dua hati bertemu, yang semakin menjauh karena waktu. rasanya hambar, perlahan seperti tiada yang ditunggu di bangku coklat depan rumahku, tentang lewatmu, harapan, dan gitar tua yang sempat ada di antara kita. rasanya, puisipun tak mempu menggambarkan kehampaannya.

lalu seolah pergi, tepat seperti saat cappucino hangat menjadi dingin seketika, saat aku lebih memilih untuk melamun, tidak untuk meminumnya. seperti senja yang hampir menjamur karena remaja penuh dosa, seperti datang menjawab segala kepenatannya dalam lubuk hati yang sebentar lagi diprediksi mengalami kehancuran.

adalah aku, yang masih menanti hingga esok datangnya hari, menunggu hingga nanti datangnya waktu. tetap di sini, di sudut subuh yang masih kita idolakan karena kenangan.

kali ini, cappucino masih belum nikmat, ketika teman-temanku berkicau tentang kebodohanku, seolah menunggu sesuatu yang aku seniri tak tah kapan kembalinya. meminjamkan hati pada seseorang yang aku tak mengerti orang itu siapa. dan aku tak berani menagihnya kembali.

seperti berdiri di ufuk fajar, yang masih beku karena embun yang berjajar, aku belum bisa melihat secerca cahaya terang dari jauh sana. seperti waktu yang masih kelabu, yang masih kupermainkan dalam zona abu-abu, dengan peranku, kata mereka aku babu. iya, babu cinta. menunggu kok derita!

hingga lambat laun tak jua kutemui kepudarannya. aku tanpa hiasan diri dan kelabu di ufuk hari kataku, lalu aku berjalan setapak ke depan lagi, dan ternyata masih kudapati penantian itu. penantian di samping orang baru yang tak dapat kupastikan perasaannya karenaku.

lalu mungkin hanya akan ada kedewasaan yang seharusnya membukakan segalanya, perihal jiwa dan duka lama, hanya dengan subuh itu, hanya dengan bangku coklat itu, dan hanya dengan gambar kenangan gitar tua itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar